Saturday, April 20, 2013

Cara Memusnahkan Mushchaf Al-Qur’an Yang Rusak

Menurut Prof. DR. H. Ahmad Zahro, M.A.
Cara Memusnahkan Mushchaf Al-Qur’an Yang Rusak
     Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam yang diterima oleh Rosulullah SAW dari Allah SWT melalui malaikat Jibril AS dan sampai kepada umat islam secara mutawatir (aklamatif). Semula kalam Allah SWT dalam al-Qur’an berupa bahasa arab lisan kemudian Rasulullah SAW menyuruh beberapa sahabat untuk menuliskannya dimedia tulis yang ada pada waktu itu, seperti pelepah kurma, batu, kulit atau tulang binatang dan lain-lain, namun tidak tertata rapi melainkan berpencar di masing-masing sahabat yang menulisnya.
Tetapi Rasulullah SAW sendiri dan banyak sahabat yang hafal seluruh al-Qur’an. Pada zaman Abu Bakar RA tulisan-tulisan al-Qur’an yang masih berserakan itu dikumpulkan menjadi onggokan-onggokan yang berisi  al-Qur’an secara lengkap. Kemudian pada zaman Usman RA tulisan al-Qur’an di onggokan tersebut dipindahkan total dengan menulis ulang dilembaran kertas dari cina, menjadi lembaran-lembaran (mush-chaf) al-Qur’an dan terkenal dengan mush-chaf al-Imam (mush-chaf induk). Semua tulisan al-Qur’an selain mush-chaf al-Imam dimusnahkan, bahkan diawal pemerintahan Daulah Bani Umaiyyah (pada zaman Marwan bin Hakam) onggokan al-Qur’an zaman Abu Bakar juga dimusnahkan dengan cara membakarnya, dengan alasan agar tidak lagi terjadi  macam-macam model penulisan dan pembacaan yang menimbulkan khilafiyah yang tajam.

     Dari mush-chaf al-Imam itulah kemudian dinukilkan secara cermat dan persis ke dalam milyaran mush-chaf al_qur’an yang tersebar diseluruh dunia Islam (yang kemudian popular dengan mushchaf Usmaniy dikalangan Sunniy, dan mushchaf Aliy di kalangan Syi’iy). Perlu ditegaskan disini, bahwa yang disebut al-Qur’an adalah isinya, sedang lembar-lembar kertasnya disebut mushchaf. Jumhur Fuqaha’ (mayoritas ulama ahli fiqih) sepakat bahwa orang yang berhadas kecil apalagi berhadas besar hukumnya haram menyentuh mushchaf al-Qur’an. Hal ini didasarkan pada makna firman Allah SWT: “Sungguh al-Qur’an ini adalah bacaan yang mulia. Pada kitab yang terpelihara. Tidak boleh menyentuhnya kecuali mereka suci (dari hadas kecil dan besar)” (al—Waqiah ayat 77-79).

     Oleh karena mushchaf al-Qur’an ini adanya beberapa tahun sesudah Nabi SAW (zaman beliau belum ada mushchaf) maka keseluruhan pendapat tentang mushchaf al-Qur’an ini adalah ijtihadiy (produk pemikiran ulama) yang kemudian menjadi kesepakatan umat islam. Ada beberapa hal yang disepakati oleh para ulama al-Qur’an terkait dengan tata kerama dan penghormatan (bukan pengkultusan) kepada mushchaf al-Qur’an, antara lain:

  1. Hanya umat islam yang boleh menyentuh dan memegang mushchaf al-Qur’an; non muslim tidak diperbolehkan
  2. Hanya umat islam yang suci dari hadas besar dan hadas kecil yang boleh menyentuh dan memegang mushchaf al-Qur’an, kecuali dalam keadaan darurat
  3. Tidak boleh membawa mushchaf al-Qur’an dengan posisi dibawah pusar
  4. tidak boleh menaruh mushchaf al-Qur’an ditempat rendah yan tidak terpelihara
  5. Tidak boleh menaruh benda apapun diatas mushchaf al-Qur’an
  6. Tidak boleh merusak atau membakar mushchaf alQur’an yang masih utuh
  7. Tidak boleh melakukan tindakan yang bernuansa menghina mushchaf al-Qur’an, seperti menginjak, meludahinya, apalagi mengencinginya.
     Nah bagaimana dengan mushchaf al-Qur’an yang rusak (karena terlalu tua usianya/tidak terawat) atau sobek-sobek. Apakah kita harus tetap merawat mushchaf al-Qur’an yang rusak itu, membakarnya, ataukah memendamnya.

     Pada zaman Usman RA pernah terjadi  pembakaran lembaran-lembaran al-Qur’am selain mushchaf al-Imam (waktu itu hanya ada enam eksemplar), begitu juga pada zaman Marwan bin Hakam terjadi pembakaran onggokan al-Qur’an yang dikumpulkan pada zaman Abu Bakar. Pembakaran dilatarbelakangi keinginan agar tidak terjadi perbedaan yang tajam antara umat islam dalam hal penulisan dan pembacaan al-Qur’an. Sehingga dari kejadian tersebut, maka jika terdapat lembar-lembar al-Qur’an yang rusak atau sobek-sobek, cara terbaik adalah membakarnya sehingga tak berbekas lagi; bukan memendamnya karena kalau hanya dengan memendamnya tulisan al-Qur’an yang ada akan lama hilangnya; bukan pula menyimpannya di gudang karena terkesan menyia-nyiakan dan lagi tulisannya masih ada tetapi tidak akan dibaca untuk selamanya.

     Tetapi pemusnakan mushchaf al-Qur’an dengan pembakaran ini jangan dijadikan dasar pembenaran bagi apa yang dilakukan oleh orang-orang kafir diamerika beberapa waktu yang lalu. Tindaka mereka membakar mushchaf al-Qur’an jelas-jelas dimaksudkan sebagai tindakan balas dendam dan pelecehan terhadap umat islam dan isi ajaran al-Qur’an yang mereka tuduh sebagai biang dari terorisme, suatu anggapan bodoh dan sesat menyesatkan. Jangankan membakar mushchaf al-Qur’an dengan tujuan jahat seperti itu, sedang umat islam sendiri juga diharamkan membakarnya apabila mushchaf al-Qur’an tersebut masih utuh dan dapat dipergunakan.

     Mushchaf al-Qur’an, disamping sebagai kitab suci yang berisi firman Allah SWT, juga merupakan salah satu simbol kehormatan umat islam, sehingga mushchaf al-Qur’an amat dihormati sampai-sampai amat banyak umat islam yang menjadikan mushchaf al-Qur’an sebagai “media” angkat sumpah dengan memposisikan diatas kepala orang yang sedang disumpah. Walaupun secara tekstual tidak ada dalil yang dapat dijadikan rujukannya, tetapi kesepakatan umat islam cukuplah menjadi alasan. Hal ini dapat didasarkan pada kaidah ushul fiqih: “al-Aadah muchakkamah” (kebiasaan baik umat islam itu dapat menjadi dasar pertimbangan penetapan hukum).

Wallaahu a’lam

1 comment: